Sungguh memalukan perbuatan wartawan yang menyalahgunakan profesinya untuk memeras, seperti tersiar baru-baru ini. Tindakan yang mencoreng kredibilitas dunia pers ini mestinya mendapat sanksi setimpal. Tak cukup dipecat, mereka juga harus dilaporkan ke polisi.
Perilaku yang tak terpuji itu dilakukan oleh segelintir wartawan. Mengatasnamakan 30 wartawan ekonomi yang biasa bertugas di Bursa Efek Indonesia, mereka meminta jatah saham perdana Krakatau Steel. Dikabarkan mereka menginginkan 1.500 lot (750 ribu lembar) saham senilai Rp 637,5 juta. Jika permintaan itu tak dipenuhi, mereka diduga mengancam akan menulis pemberitaan yang bernada negatif.
Siapa yang tak keder dengan ancaman itu? Apalagi para wartawan itu berasal dari media-media besar yang selama ini kredibilitasnya diakui. Untunglah tindakan itu tercium oleh Dewan Pers, dan kemudian identitas mereka pun terungkap. Salah satunya adalah wartawan dari Detik.com. Wartawan dari media online ini akhirnya diminta mundur. Wartawan Seputar Indonesia juga mendapat ganjaran serupa.
Langkah itu seharusnya diikuti oleh media lain yang masih mempekerjakan wartawan yang terlibat dalam skandal ini. Sikap tegas mesti pula diambil oleh organisasi seperti Aliansi Jurnalis Independen dan Persatuan Wartawan Indonesia. Mereka harus berani memecat anggota yang menyelewengkan profesinya untuk memeras.
Tanpa tindakan tegas, profesi wartawan akan dipandang rendah oleh publik. Orang akan menilai jurnalis tak ada bedanya dengan tukang palak. Akibatnya, kredibilitas pers akan luntur. Karya jurnalistik tak bakal dihargai. Kecaman pers terhadap perilaku para pejabat, juga anggota parlemen, justru akan menjadi bahan tertawaan bila perilaku kalangan jurnalis tak ada bedanya dengan mereka.
Dalam Kode Etik Jurnalistik dengan gamblang disebutkan, "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap." Poin inilah yang ditabrak oleh segelintir wartawan itu. Mereka diduga memanfaatkan kartu pers untuk meraup untung dari penjualan saham perdana.
Kami menganjurkan agar wartawan yang terbukti memeras dilaporkan ke polisi. Krakatau Steel atau pihak lain yang dirugikan bisa menyeret mereka dengan Pasal Pengancaman dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Di situ diatur bahwa siapa saja yang mengambil keuntungan lewat ancaman pencemaran, baik lisan maupun tulisan, bisa dihukum empat tahun penjara.
Tak hanya dalam kasus Krakatau Steel, masyarakat juga disarankan mengambil langkah hukum jika menghadapi kasus serupa. Sikap ini justru membantu membersihkan profesi jurnalis dari perilaku yang melanggar kode etik wartawan, bahkan aturan hukum.
Sebaliknya, sikap sejumlah politikus dan pejabat yang selama ini sering mengajak wartawan berkompromi untuk menutupi kebobrokan justru amat berbahaya. Cara ini bukan hanya merusak profesi jurnalis, tapi juga merugikan masyarakat lantaran tak mendapat liputan jurnalistik yang kredibel.
Langkah itu seharusnya diikuti oleh media lain yang masih mempekerjakan wartawan yang terlibat dalam skandal ini. Sikap tegas mesti pula diambil oleh organisasi seperti Aliansi Jurnalis Independen dan Persatuan Wartawan Indonesia. Mereka harus berani memecat anggota yang menyelewengkan profesinya untuk memeras.
Tanpa tindakan tegas, profesi wartawan akan dipandang rendah oleh publik. Orang akan menilai jurnalis tak ada bedanya dengan tukang palak. Akibatnya, kredibilitas pers akan luntur. Karya jurnalistik tak bakal dihargai. Kecaman pers terhadap perilaku para pejabat, juga anggota parlemen, justru akan menjadi bahan tertawaan bila perilaku kalangan jurnalis tak ada bedanya dengan mereka.
Dalam Kode Etik Jurnalistik dengan gamblang disebutkan, "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap." Poin inilah yang ditabrak oleh segelintir wartawan itu. Mereka diduga memanfaatkan kartu pers untuk meraup untung dari penjualan saham perdana.
Kami menganjurkan agar wartawan yang terbukti memeras dilaporkan ke polisi. Krakatau Steel atau pihak lain yang dirugikan bisa menyeret mereka dengan Pasal Pengancaman dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Di situ diatur bahwa siapa saja yang mengambil keuntungan lewat ancaman pencemaran, baik lisan maupun tulisan, bisa dihukum empat tahun penjara.
Tak hanya dalam kasus Krakatau Steel, masyarakat juga disarankan mengambil langkah hukum jika menghadapi kasus serupa. Sikap ini justru membantu membersihkan profesi jurnalis dari perilaku yang melanggar kode etik wartawan, bahkan aturan hukum.
Sebaliknya, sikap sejumlah politikus dan pejabat yang selama ini sering mengajak wartawan berkompromi untuk menutupi kebobrokan justru amat berbahaya. Cara ini bukan hanya merusak profesi jurnalis, tapi juga merugikan masyarakat lantaran tak mendapat liputan jurnalistik yang kredibel.
0 Response to "Wartawan Pemeras"
Posting Komentar